Konsultasi Bermakna Program IISAP di Pidie: Mengurai Tantangan dan Merajut Harapan untuk Kebangkitan Perikanan

PIDIE - Dalam upaya strategis untuk membangkitkan kembali potensi budidaya udang di Kabupaten Pidie, Infrastructure Improvement For Shirimp Aquaculture Project (IISAP) menggelar acara "Konsultasi Bermakna" yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari unsur pemerintah daerah hingga para petambak. Bertempat di Kecamatan Kembang Tanjong, acara ini menjadi wadah penting untuk menyelaraskan tujuan program dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat lokal, sekaligus membahas berbagai tantangan yang mungkin timbul dalam pelaksanaannya.

Acara diawali dengan penuh khidmat dengan salam pembuka oleh Mauliza selaku Master of Ceremonial. Sambutan pertama disampaikan oleh Bapak Nazarullah, yang mewakili Keuchik, yang mengungkapkan rasa terima kasih mendalam karena desa mereka menjadi target Program IISAP. Beliau juga menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Tim Fasilitator Kabupaten Pidie yang telah bekerja secara maksimal dalam proses pelaksanaan program. Tak hanya itu, Bapak Nazarullah menegaskan dukungan penuh terhadap program ini dan menyatakan kesiapan untuk membantu demi kelancaran pelaksanaannya. Senada dengan itu, Bapak Fauzi, Camat Kembang Tanjong, menyampaikan kebanggaannya atas kedatangan Program IISAP di kecamatannya. Ia berharap program ini akan berdampak positif bagi masyarakat Kembang Tanjong pada umumnya, dan khususnya bagi Desa Tanjong Krueng, Desa Meuraksa, serta Desa Kayee Panyang yang bersentuhan langsung dengan program ini. Bapak Camat juga menaruh harapan besar bahwa Program IISAP dapat mengembalikan semangat Pokdakan (Kelompok Pembudidaya Ikan) dalam mengembangkan budidaya tambak menjadi lebih transformatif dan inovatif.

Pemaparan mendalam kemudian disampaikan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pidie, yang mengawali ceritanya dengan pengalaman pribadinya di dunia tambak sejak kecil. Beliau mengenang masa kejayaan Pidie di era 90-an yang pernah menjadi salah satu wilayah penghasil Udang Windu terbesar. Namun, grafik produksi itu menurun drastis setelah pascadamai Aceh, karena masyarakat mulai kembali menata hidup di wilayah pegunungan dan membuka lahan pertanian sebagai mata pencaharian. Faktor lain adalah serangan hama dan penyakit yang melanda tambak pada tahun 2000-an, yang mengakibatkan penurunan produksi udang secara drastis. Dalam konteks ini, Bapak Kadis menyampaikan rasa syukurnya atas kehadiran Program IISAP di Pidie, mengingat hanya 13 kabupaten/kota di Indonesia yang mendapatkan program ini. Beliau menekankan bahwa Program IISAP ini diharapkan dapat meningkatkan akses yang lebih komprehensif, baik dari segi pengetahuan budidaya, infrastruktur yang mendukung, pemilihan bibit unggul, hingga akses pasar yang lebih luas. Beliau juga mengajak para petambak untuk secara proaktif berkonsultasi dengan fasilitator guna memperoleh cara budidaya yang efektif dan berstandar internasional.

Masukan lain yang tidak kalah penting disampaikan oleh Bapak Sarifuddin, S.Pi., M.Pi., yang mewakili Kepala Balai Perikanan Budidaya Air Payau Ujung Batee. Beliau menjelaskan bahwa pada rencana awal, Kabupaten Pidie tidak terdaftar sebagai penerima Program IISAP. Namun, berkat keputusan Bappenas pada Desember 2023, Pidie akhirnya dimasukkan ke dalam daftar, meskipun dengan luasan yang relatif kecil, yaitu 200 hektar. Bapak Sarifuddin juga secara jujur menyampaikan kegalauannya terkait belum turunnya bantuan fisik dari program ini. Beliau mengklarifikasi bahwa hal ini disebabkan oleh komunikasi yang belum sinkron antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Kementerian PUPR, karena adanya kendala terkait rehabilitasi saluran. Tender untuk rehabilitasi saluran direncanakan akan dilakukan pada akhir tahun 2025, dengan harapan pelaksanaannya dapat dimulai pada awal tahun 2026. Sebagai penutup, beliau memohon dukungan penuh dari Pemda, Muspika, dan desa untuk mendukung kelancaran Program IISAP hingga selesai.

Sesi pemaparan materi kemudian dilanjutkan oleh para narasumber yang memberikan wawasan lebih detail tentang berbagai aspek program. Bapak Inayat memaparkan materi pertama mengenai teknis Program IISAP, yang secara eksplisit bertujuan untuk memungkinkan ekspor udang dan menyejahterakan ekonomi masyarakat secara berkelanjutan. Beliau menjelaskan bahwa sebelum program ini direalisasikan di tingkat Pokdakan, akan ada pembangunan infrastruktur penting seperti broodstock dan laboratorium penyakit udang di Balai KKP Provinsi. Sementara itu, Bapak Reza menekankan pentingnya keberadaan hutan mangrove dan perizinan lingkungan bagi setiap petambak. Beliau menjelaskan bahwa IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) berfungsi sebagai tempat penampungan dan sterilisasi air bekas budidaya. Lebih lanjut, ia mengemukakan bahwa kualitas udang sering menurun akibat aliran air yang tersumbat oleh sampah, yang menyebabkan air tercemar. Di sisi lain, Bapak Heru membahas tema Gedsi (Gender Equality and Social Inclusion), yang menjadi aspek krusial dalam program ini. Ia menggarisbawahi bahwa Program IISAP tidak hanya menargetkan pemenuhan kuota 20% keterlibatan perempuan, tetapi juga mendorong mereka untuk menempati posisi-posisi strategis dalam Pokdakan. Terakhir, Bapak Dadang menyampaikan materi terkait aspek sosial masyarakat dalam program IISAP. Ia mengingatkan bahwa rehabilitasi saluran tambak, yang melibatkan penggunaan alat berat, berpotensi menimbulkan masalah sosial, seperti kerusakan pematang tambak. Oleh karena itu, beliau menekankan pentingnya musyawarah sejak awal untuk menghindari konflik di antara para penerima manfaat.

Sesi tanya jawab yang dipandu kemudian menunjukkan antusiasme tinggi dari para peserta. H. Muhammad Rasyid dari Desa Tanjong Krueng mengajukan beberapa pertanyaan krusial, mulai dari manfaat penanaman mangrove, biaya pembuatan IPAL dan tandon, hingga dampak pengerukan saluran terhadap budidaya. Bapak Reza menjelaskan bahwa penanaman mangrove sejalan dengan tata ruang dan dapat menciptakan peluang usaha pembibitan baru bagi masyarakat. Menanggapi pertanyaan tentang IPAL dan tandon, Bapak Dadang menegaskan bahwa fasilitas tersebut tidak disediakan oleh program, melainkan harus dibuat secara swadaya oleh petambak. Namun, ia mengemukakan solusi komunal, di mana petambak bisa bekerja sama dalam pembuatannya untuk menekan biaya dan menghindari masalah di kemudian hari. Terkait kekhawatiran tentang dampak rehabilitasi saluran, Bapak Dadang meyakinkan bahwa semua pekerjaan akan dilakukan setelah hasil Detail Engineering Design (DED) selesai secara sempurna, sehingga potensi kerusakan dapat diminimalisasi. Acara diakhiri dengan pembacaan doa oleh Ismawar dan sesi foto bersama, menegaskan komitmen kolektif untuk mensukseskan Program IISAP demi kemajuan perikanan di Pidie.

Lampiran File:
Konsultasi Bermakna Program IISAP di Pidie (1).pdf