
Merencanakan Penataan Saluran Secara Partisipatif; Mengurai Akar Masalah dan Membuat Peta Jalan
Merencanakan Penataan Saluran Secara Partisipatif; Mengurai Akar Masalah dan Membuat Peta Jalan
Penulis: Asrul
Bagi Masyarakat Petambak, keberadaan sungai atau saluran menjadi hal yang vital dan memiliki peranan yang penting baik dalam faktor produksi secara langsung maupun sarana transportasi untuk lalu lintas angkutan. Sebagai Masyarakat Petambak yang penghidupan ekonominya ditopang oleh sektor budidaya perairan, maka kebergantungan pada keberadaan dan kondisi sungai atau saluran sangat berdampak.
Demikian halnya bagi Masyarakat di Desa Manyampa dan Desa Garanta yang menjadi site perencanaan Improvement Infrastructure for Shrimp Aquaculture Project (IISAP). Keberadaan saluran di dua Desa ini menjadi kunci saranan dukungan perekonomian Masyarakat sebab baik secara geografis maupun akses roda perekonomian, sangat erat bersentuhan dan berkaitan dengan keberadaan sungaiatau saluran. Desa Manyampa dan Desa Garanta yang kunci perekonomiannya bersumber dari komoditas perairan baik tangkap maupun budidaya sejatinya begantung kepada kondisi optimal sungai atau saluran. Khususnya bagi Masyarakat yang menggeluti usaha budidaya perairan atau bertambak, keberadaan saluran terhubung secara langsung dengan sarana budidaya yang dikelola, yakni sebagai pemasok lalu lintas pertukaran air tambak.
Saluran yang terhubung dan menghubungkan wilayah tambak di Desa Manyampa dan Desa Garanta terdiri dari saluran primer, saluran sekunder, dan saluran tersier. Saluran primer mengalir dari sungai Dongi yang percabangan hulunya dari aliran Sungai Dampang Kayu, menyatukan beberapa aliran sungai kecil dan terhubung ke hilir Sungai Bampang yang langsung bermuara ke perairan laut flores di kawasan perbatasan antara Desa Manyampa Kecamatan Ujung Loe dan Kelurahan Sapolohe Kecamatana Bonto Bahari. Saluran primer ini selain melewati blok tambak, juga melalui beberapa desa terdekat seperti Perkampungan Benjala, Kelurahan Sapolohe, dan Tanah Eja, juga melalui wilayah kebun dan sawah terutama di bagian hulunya. Selain saluran primer sungai Dongi, juga terdapat saluran primer Sungai Batua yang berada di Desa Garanta, meskipun aliran sungainya tidak sepanjang dengan sungai Dongi.
Sungai Dongi’ yang merupakan pemasok utama air tawar, dalam beberapa kurun waktu terakhir menjadi masalah serius bagi Masyarakat di kedua Desa calon pelaksanaan program IISAP, sebab seringkali menjadi penyebab terjadi banjir di kawasan tambak baik dalam skala kecil sampai besar dengan mengakibatkan kerugian materil bagi Masyarakat, khususnya Masyarakat petambak. Saat dilakukan ground check bersama apparat Pemerintah Desa, tokoh Masyarakat dan tokoh pemuda, ditemukan bahwa Sungai Dongi mengalami sidementasi atau pendangkalan yang sangat parah. Menurut Basran, sekretaris Desa, yang juga seorang tokoh pemuda, Sungai Dongi dulunya memiliki kedalam lebih dari 15 meter. Hal itu dapat ia ungkapkan dengan pengalaman dari kebiasaan Masyarakat mencelupkan sebatang bambu utuh ke dalam sungai hingga bambu tersebut tidak lagi terlihat ujungnya.
Saat dilakukan pengamatan langsung oleh fasilitator di lapangan, di beberapa titik Sungai Dongi’, ukuran dasar sungai dan permukaan hanya berkisar 50 – 100 centimeter, bahkan ada yang kurang dari 50 centimeter. Menurut Bapak Papping yang juga seorang petambak calon penerima manfaat program IISAP, dahulu Sungai Dongi, berukuran dalam dan lebarnya tidak seberapa. Namun kondisi di lapangan menunjukkan kondisi yang sebaliknya, Sungai Dongi’ begitu dangkal dengan lebar yang begitu luas. Hal ini bisa mejadi dugaan awal, bahwa Sungai Dongi’ selain mengalami sidementasi juga mengalami abrasi sungai, suatu kondisi pengikisan di sepanjang pinggir sungai. Saat digali lebih jauh kepada Masyarakat, apakah dahulu di sepanjang sisi sungai Dongi terdapat pohon atau bambu.
Hampir seluruh Masyarakat baik yang sepuh ataupun pemuda serempak menyatakan bahwa benar, dahulu di pinggir sungai Dongi terdapat jajaran pohon yang begitu banyak. Bahkan Bapak Haji Ruslan yang juga seorang petambak calon penerima manfaat program IISAP secara terperinci menyebutkan beberapa jenis pohon yang tumbuh di pinggir sungai Dongi seperti Sulimanai (Jabon Putih; Neolamarckia Cadamba), Jati Merah (Tectona Grandis), dan Inru’ (Aren; Arenga Pinnata). Pengalaman fasilitator sebagai salah seorang Pendamping program Rehabilitasi Hutan Lahan (RHL) di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat menyimpulkan bahwa, tiga jenis pohon yang disebutkan oleh Bapak Haji Ruslan merupakan jenis kayu Slow Growing dan memang cocok sebagai perlindungan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebab memiliki struktur kayu dan percabangan akar yang begitu kuat. Namun ketiga jenis kayu tersebut tidak dapat lagi ditemukan secara massif di sepanjang pinggir sungai Dongi. Ketiadaan pohon-pohon tersebut dapat diakibatkan oleh beberapa faktor seperti pembukaan atau alih fungsi lahan sebab
memang fakta di lapangan menunjukkan massifnya keberadaan kebun jagung yang secara teknis budidaya tidak cocok tumbuh di bawah naungan. Faktor lainnya sangat boleh jadi ketiadaan pohon pohon tersebut diakibatkan oleh penebangan secara massif oleh Masyarakat untuk pemanfaatan pembuatan rumah dan perabot tanpa disertai upaya reboisasi atau penanaman kembali. Tidak adanya pohon tersebut juga boleh jadi semakin diperparah oleh kondisi intrusi air saat banjir, suatu kondisi yang dalam prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah dua kondisi yang saling terkait, yakni sidemantasi dapat menjadi penyebab abrasi dan abrasi dapat mencipatakan sidementasi, sehingga penanganan keduanya haruslah dilakukan secara mutual dan terintegrasi.
Sungai Dongi yang menjadi pemicu banjir di kawasan tambak Desa Manyampa dan Desa Garanta selain diakibatkan oleh Sidementasi, juga bentang geografis di mana posisi tambak yang berada di sebelah barat sungai Dongi dengan topografi yang lebih rendah sementara pada sisi timur sungai Dongi berada dalam garis topografi yang lebih tinggi. Maka dapat dipastikan, setiap terjadi kenaikan debit air dan daya tampung sungai tidak lagi cukup mampu mengurai sebab sidementasi yang parah di beberapa titik sehingga resapan dan aliran ke hilir tidak optimal, maka dapat dipastikan aliran air akan tumpah pada sisi barat di mana terdapat hamparan tambak Masyarakat. Kondisi bentang alam tentu saja hal yang memerlukan kerentanan untuk didesain atau direkayasa terutama dalam waktu yang singkat, maka penguraian masalah sidementasi adalah fokus yang perlu menjadi perhatian dalam jangka waktu yang cepat untuk hasil penanganan dalam waktu yang panjang dan berkelanjutan.
Saluran Dalam Perspektif Fungsi yang Beragam
Setali mata uang dengan saluran primer sungai Dongi, kondisi saluran sekunder dan tersier di kawasan tambak Desa Manyampa dan Desa Garanta juga mengalami kondisi yang serupa yakni sidementasi. Faktor alam dan faktor manusia juga menjadi penyebab yang sama meski dalam konteks yang berbeda dengan apa yang terjadi di sungai Dongi. Saat dilakukan wawancara terbuka dengan Bapak Jumadda yang juga seorang petambak calon penerima manfaat program IISAP, pendangkalan saluran di tambak diakibatkan oleh banjir yang membawa lumpur. Namun menurutnya ada hal lain juga yang turut menjadi penyebab sidementasi di salutran tambak, yakni keberadaan jaring perangkap ikan (Lokal; Dari-Dari atau Bagang) di Saluran. Saat fasilitator melakukan transek partisipatif dan ground check, memang ditemukan keberadaan jaring perengkap ikan di saluran tambak, bahkan di beberapa titik dengan jumlah yang sangat massif.
Fakta lapangan ini kemudian ditindaklanjuti oleh fasilitator dengan menggalang aspirasi Masyarakat dengan keberadaan jaring tersebut. Dari beberapa informasi kunci yang dihimpun, ditemukan bahwa pemilik jaring tersebut dapat dipetakan menjadi tiga kelompok. Pertama, petambak itu sendiri yang sekaligus memasang jaring di dekat atau sekitar tambaknya. Kedua, Masyarakat yang dahulunya bertambak namun hingga saat ini jaring perangkap ikan miliknya masih terpasang di saluran. Ketiga, adalah Masyarakat bukan petambak dan menjadikan jaring tersebut sebagai penghasilan tambahan atau sekadar untuk kebutuhan lauk-pauk rumah tangga.
Bagi Masyarakat Petambak di Desa Manyampa dan Desa Garanta, pengelolaan saluran seringkali menjadi permasalah utama dalam menjalankan roda produksi budidaya seperti terbatasnya akses keluar masuk air yang mengakibatkan tidak maksimalnya antara pertukaran air masuk dan keluar. Masyarakat petambak pada prinsipnya mengetahui bahwa air yang keluar masuk di tambaknya adalah air yang sama atau sebagian besar air yang sama. Hal ini terutama dihadapi oleh Masyarakat yang hanya dapat mengkases saluran tersier di mana debit air yang mengalir semakin berkurang.
Kondisi pengeolaan saluran yang tidak maskimal paling tidak diakibatkan oleh belum terbangunnya perspketif bahwa saluran adalah milik dan kebutuhan bersama sehingga menjaga dan mengelolanya pun mesti dilakukan secara kolektif. Demikian juga dalam hal budidaya, kesadaran
pengelolaan budidaya di lokasi tambak mesti dibangun sebagai asas usaha kolektif meski pun setiap petambak memiliki atau mengelola petak tambaknya masing-masing namun setiap petakan tambak saling terhubung yang meciptakan blok tambak dan setiap blok tambak saling mengait yang menciptakan kawasan tambak. Demikian juga keberadaan saluran di dalamnya yang mesti dipandang sebagai jaringan bersama. Pengelolaankawasan tambak secara bersama akan melahirkan usaha budidaya bertambak sebagai azas usaha kolektifitas.
Pengalaman Petambak Dalam Program Perbaikan Saluran
Penanganan saluran bukan hal baru atau tidak pernah dilakukan oleh Masyarakat sepanjang usaha mereka melakukan aktivitas budidaya. Perbaikan saluran kadangkala dilakukan baik secara mandiri dengan orang per orang atau berkelompok. Upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan pengerukan secara manual ataupun dengan memasak pagar bambu atau kayu di sepanjang pematang untuk menjaga longsoran tanah ke saluran. Selain upaya perbaikan saluran yang dilakukan secara mandiri oleh Masyarakat, beberapa kali juga perbaikan saluran ini dilakukan oleh berbagai pihak terkait. Perbaikan saluran ini menggunakan alat berat excavator yang dilakukan di beberapa titik saluran. Dalam beberapa kesempatan, perbaikan saluran ini dimotori oleh kelompok swasta dan pemerintah. Perbaikan saluran yang dilakukan pemerintah dengan menggunakan alat berat ini seringkali meninggalkan masalah yang tidak kalah peliknya bagi petambak. Saat dilakukan diskusi secara intensif dengan kelompok calon penerima bantuan, mereka mengungkapkan bahwa perbaikan saluran yang mereka harapkan dapat memperbaiki keadaan sarana budidaya justru berbalik menjadi bencana kerugian yang tidak kalah menguras tenaga dan biaya untuk memperbaikinya.
Pelaksanaan perbaikan saluran seringkali bersifat mendadak tanpa ada proses penyampaian kepada Masyarakat, alih-alih upaya menampung masukan dari petambak. Akibatnya adalah kerugian material bagi petambak sebab saat dilakukan normalisasi saluran pada saat yang bersamaan petambak sedang dalam tahap produksi budidaya. Tidak jarang baik saat dilakukan atau setelah perbaikan saluran, terjadi kematian pada komoditas budidaya terutama jenis udang yang memaksa petambak harus melakukan panen meskipun belum sampai pada ukuran target panen.
Dampak lain yang ditimbulkan oleh kegiatan normalisasi saluran adalah rusaknya infrastruktur tambak seperti pematang bahkan beberapa titik mengalami rusak parah. Selain kerusakan pematang, juga terdapat jembatan penyebrangan yang rusak atau bahkan dibongkar dan tidak ada upaya langkah perbaikan setelah pengerjaan perbaikan saluran selesai. Infrstruktur vital bagi Masyarakat petambak ini pada akhirnya tidak lagi berfungsi maksimal sebab mengalami kerusakan baik sedang atau parah. Titik vital lainnya yang menjadi permasalahan adalah dibabatnya vegetasi mangrove di saluran tambak yang pada beberapa kawasan sengaja ditanam oleh Petambak dengan berbagai fungsi baik teknis budidaya maupun lingkungan.
Beberapa permasalahan yang timbul sebagai dampak lain dari perbaikan saluran disinyalir disebabkan oleh beberapa faktor, seperti; tidak adanya sosialisasi dan keterlibatan Masyarakat bahkan sejak dalam perencenaan, tidak adanya perencanaan waktu dan lokasi pelaksanaan yang tepat, tidak memperhatikan ketepatgunaan dan penggunaan alat yang dipakai, pengerjaan yang
hanya mengejar tenggat waktu pelaksanaan, serta tidak adanya pengawasan yang ketat bagi pelaksana baik secara impelementasi regulasi maupun monitoring aksi di lapangan. Berbagai permasalahan dalam penanganan saluran ini singkatnya karena tidak disertai dengan perencanaan secara bersama antara pelaksana dan penerima kegiatan pelaksanaan program yakni Masyarakat itu sendiri.
Merencanakan Penataan Saluran Secara Partisipatif
Perbaikan atau normalisasi saluran yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari program IISAP, mestilah mampu menghimpun fakta-fakta lapangan, informasi Masyarakat, serta menghimpun pengalaman Masyarakat dari kegiatan terdahulu. Fakta lapangan menunjukkan bahwa keberadaan saluran merupakan elang vital bagi Masyarakat khususnya bagi mereka yang berprofesi sebagai petambak. Namun kondisi saluran baik yang primer hingga tersier, kini megalami sidementasi yang sangat mengkhawatirkan dengan berbagai dampak destruktif yang ditimbulkan. Saluran tambak juga tidak hanya menjadi fungsi jaringan keluar masuk atau sirkulasi air tambak, namun juga dalam beberapa titik dimanfaatkan oleh Masyarakat untuk menangkap ikan atau hasil laut secara langsung yang semakin memberikan gambaran vitalnya keberadaan saluran. Berbagai upaya penanganan saluran yang pernah dilakukan justru menciptakan efek problematis bagi Masyarakat sehingga menunculkan beragam respon.
Tak dapat dipungkiri bahwa berbagai hasil diskusi penjaringan persepsi dari Masyarakat ditemukan satu kata sepakat bahwa saluran adalah infrastruktur vital bagi budidaya bertambak. Penanganan saluran menjadi hal yang penting namun mesti memperhatikan pengalaman- pengalaman terdahulu sehingga tidak lagi memunculkan kerugian yang penanganannya justru membutuhkan biaya dan waktu yang besar.
Perlunya pemetaan dan layout saluran secara partisipatif bersama stakeholder terkait seharusnya menjadi langkah strategis untuk memperoleh gambaran geografis dan jejaring setiap petak tambak, menuju blok tambak yang direncanakan dalam penataan kawasan tambak. Pemetaan ini tidak hanya menghasilkan gambar kertas tetapi juga perencanaan terukur dalam pelaksanaan sehingga out put dari itu semua adalah gambaran geografis, peta perencanaan, peta pelaksanaan, dan peta anitisipasi permasalahan. Peta ini juga dapat melayout setiap komponen masayarakat terdampak, objek-objek vital seperti keberadaan jembatan penyebrangan, keberadaan vegetasi mangrove, pintu air, serta objek vital lainnya yang relevan sehingga dapat disusun suatu langkah penanganan dan mitigasi resiko yang dapat ditimbulkan. Demi mengakurasi dari layout yang dihasilkan, maka dilakukan upaya transek partisipatif dan ground check untuk merelai antara gambaran di atas kertas dengan lanskap alam serta dapat dilakukan pengamatan dan diskusi langsung di lapangan.
Sejalan dengan itu, upaya untuk melakukan asesmen dan menjaring dukungan stakeholder dalam merencanakan penatalaksanaan revitalisasi saluran. Asesmen dan upaya menjaring dukungan stakeholder dapat ditempuh dengan beragam langkah taktis strategis, seperti pola regulatif, pola aksiomatik, pendekatan kultural, juga pemanfaatan berjejaring. Selain itu juga ditempuh dengan lintas bidang seperti kemampuan untuk memaparkan dan meyakinkan para pihak baik dari perspektif teknis seperti keuntungan budidaya dalam hubungannya dengan penanganan saluran, pendekatan bisnis seperti kemampuan untuk memvaluasi saluran pra dan pasca revitalisasi, pendekatan lingkungan seperti rehabilitasi dan perlindungan saluran pra dan pasca revitalisasi, serta kerangka perlindungan penghidupan Masyarakat dalam revitalisasi saluran dari persepketif sosial. Perpaduan disiplin dan akumulasi pengetahuan itu akan menjadi kerangka pelaksanaan dan moral of force untuk meyakinkan berbagai pihak terkait untuk terlibat secara kolaboratif-partisipatif bergerak bersama-sama dan bertanggung jawab dalam kegiatan revitalisasi saluran.
Meski belum memegang layout yang komprehensif, fasilitator telah melakukan asesmen dan menjaring dukungan stakeholder atas berbagai kondisi sosial-ekonomi saluran sebagai dalam informasi yang direncanakan pengelolaan penataannya terpisahkan Menghimpun perangkap ikan (lokal; Dari-Dari atau Bagang), sebagai langkah sosialisasi bagi Masyarakat dengan turut menggandeng Petambak, Tokoh Masyarakat, dan Pemerintah Desa. Upaya ini sekaligus menghimpun informasi pengalaman terdahulu sekaligus menampung aspirasi langkah taktis strategis dalam rencanaan penataan saluran. Berbekal pendekatan berjejaring, telah diiedentifikasi dan bahkan sebagian pihak kunci telah ditemui untuk melakukan sosialisasi dan pentaan pemilik jaring perangkap ikan di saluran. Seperti Bapak Firman yang calon penerima manfaat program IISAP, dalam kesempatan pertemuan, dirinya telah disampaikan dan diyakinkan serta bersedia menandatangani dukomen kesediaan untuk melepaskan jaring miliknya saat dilakukan penataan saluran. Demikian halnya Bapak Saenal dan Bapak Haji Hana yang juga seorang tokoh Masyarakat, telah menyampaikan kesediaan untuk ikut melepaskan jaring miliknya. Pihak-pihak pemilik yang telah ditemui dan diyakinkan, juga dilibatkan untuk menjadi jembatan komunikasi, menyalurkan informasi, serta bersama membangun kekuatan meyakinkan kepada pihak terkait dalam persiapan penataan revitalisasi saluran tambak.
Pertemuan secara personal bersama Kepala Desa serta secara kelembagaan telah ditempuh untuk memnyampaikan rencana pelaksanaan program IISAP dan menampung kegiatan program pemilik tidak IISAP. jaring beberapa masukan. Pihak Desa menyampaikan bahwa berdasarkan pengalaman terdahulu, mesti dikeluarkan surat resmi dari pihak pelaksana terkait kemudian selanjutnya ditindaklanjuti oleh pemerintah setempat untuk dilakukan edaran dan persuratan. Hal ini ditengarai sebab beberapa Masyarakat memiliki karakter yang memang mesti ditempuh dengan pendekatan pressure regulative serta pendekatan secara struktural kelembagaan. Pemerintah Desa juga menyampaikan komitmen untuk memanfataakan seluruh sarana publik dalam desa seperti Masjid, Poskesdes, Pustu, Balai Pertemuan, sebagai media edukasi dan sosialisasi saat memasuki waktu pelaksanaan revitalisasi saluran tambak.
Dalam menjaring aspirasi dan dukungan kelompok Masyarakat inti yakni kelompok petambak calon penerima manfaat program IISAP, telah dilakukan pertemuan kelompok dengan berbagai respon dari setiap anggota. Beberapa catatan yang lahir yang dari pertemuan dna perlu menjadi catatan
adalah pentingnya perencanaan dan informasi lebih awal kepada kelompok Masyarakat terdampak sehingga petambak juga dapat merencanakan waktu sela aktvitas budidaya sehingga tidak menimbulkan kerugian. Beradasarkan pengalaman terdahulu, Kelompok mengususlkan bahwa pemanfaatan alat dan teknologi yang digunakan dalam revitalisasi juga mesti mempertimbangkan ketepatgunaan dan daya tampung tambak sehingga tidak merusak pemataan tambak dan sarana infrastruktur vital lainnya. Secara sepesifik, kelompok mengusulkan penggunaaan excavator amfibi sebab dianggap dapat berjalan di atas saluran, dapat menjangkau atau mengeruk pertengahan saluran secara optimal, serta meminimalisir kerusakan pematang dan vegetasi mangrove. Kelompok juga secara mendasar mengusulkan untuk memperhatikan dan mengantisipasi kerusakan objek-objek vital sarana infrastruktur tambak seperti jembatan, pintu air, vegetasi mangrove. Apa yang disampaikan oleh kelompok pada prinsipnya berkait erat dengan pemetaan secara partisipatif sehingga sehingga secara bersama-sama dapat memtigasi resiko penataan revitalisasi saluran tambak. Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah koneksi hulu dan hilir di setiap saluran. Sebagai misal, penataan revitalisasi saluran pada saluran tersier dan sekunder, juga perlu mempertimbangkan revitalisasi pada saluran primer sebagai Sungai Dongi’ dalam kasus ini, baik dalam bentuk pengerukan normalisasi saluran maupun perlindungan Dareah Aliran Sungai (DAS) seperti reboisasi atau pennaman kembali vegetasi tegakan yang dapat menangkal abrasi sungai. Meyakinkan Masyarakat sekitar untuk terlibat dalam menjaga bantaran sungai juga merupakan usaha yang perlu dilakukan.
Penataan revitalisasi saluran tambak dapat menjadi kabar baik sekaligus kabar buruk bagi Masyarakat terdampak khususnya bagi Masyarakat petambak. Revitalisasi saluran dapat menjadi upaya rehabilitasi saluran yang dalam fakta lapangan menunjukkan baik fisik dan biologis berada dalam kondisi kritis dan krisis. Jika dapat dikelola dengan baik, maka penataan revitalisasi saluran dapat mengambalikan fungsinya sebagai elang vital dalam aktivitas budidaya bertambak secara khusus dan penghidupan sosial ekonomi Masyarakat secara umum. Sebaliknya, jika tidak terkelola dengan baik, maka revitalisasi tambak akan menjadi mimpi buruk bagi petambak sebab hanya menimbulkan kerugian yang besar dan menyisahkan efek traumatik yang berjangka panjang. Segala kondisi itu pada dasarnya dapat diurai dengan jalan mengupayakan perencenanaan penataan revitalisasi saluran secara pertasipatif, yakni terlibatnya seluruh komponen terkait dengan pendekatan kesadaran humanis serta dukungan bidang keilmuan yang komprehensif sehingga gerakan dapat menjadi pertemuan dan kepentingan kolektif.
Penulis Saat ini Tergabung Dalam Tim Fasilitator IISAP Site Kabupaten Bulukumba.