
PENTINGNYA PENERAPAN SUSTAINABLE AQUACULTURE
PENTINGNYA PENERAPAN SUSTAINABLE AQUACULTURE
Penulis : Rivaldi - Fasilitator Teknis Bone
Penulis yang lahir dan besar dilingkungan pesisir sangat merasakan adanya degradasi lingkungan yang berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat pesisir. Kampung yang dulu dikenal penghasil makanan laut sekarang menjadi kampung yang menunggu penjual ikan dari kampung lainnya untuk dibeli karena kampung tersebut sekarang sudah kesulitan mendapatkan makanan laut lagi, mungkin almarhum kakek penulis sebelumnya tidak pernah membayangkan kalau dulu pekerjaanya menjajakan makanan laut dari hasil kampungnya ke kota/kampung lain menggunakan sepede onthelnya sekarang berbanding terbalik “sungguh miris”.
Penulis adalah salah satu anak pesisir yang beruntung bisa merasakan pendidikan dibandingkan teman – teman kecilnya dikampung, terlebih penulis sudah menjadi bagian masyarakat perikanan dan sudah merasakan langsung dampaknya sehingga merasa ada kewajiban untuk menyampaikan pesan melalui tulisan ini untuk menyadarkan kita semua akan pentingnya menjaga ekosistem lingkungan untuk masa depan yang lebih baik bagi semua lapisan komunitas masyarakat.
Proyeksi terbaru oleh Perserikatan Bangsa – Bangsa menunjukkan bahwa populasi global dapat tumbuh menjadi sekitar 8,5 miliar pada tahun 2030, 9,7 miliar pada tahun 2050 dan 10,4 miliar pada tahun 2100. Hal tersebut akan berbanding lurus dengan permintaan konsumsi makanan salah satunya akan kebutuhan protein hewani, produk hewani yang sangat digemari oleh masyarakat yaitu seafood atau makanan laut. Makanan laut di produksi dari aktivitas penangkapan dan akuakultur. Berdasarkan data FAO, produksi makanan laut Indonesia dari hasil penangkapan sejak tahun 1950 sampai tahun 2021 peningkatannya sangat kecil berbanding terbalik dengan hasil produksi akuakultur sejak tahun 1950 sampai tahun 2021 mengalami peningkatan yang sangat tinggi seiring berkembangnya teknologi akuakultur.
Peningkatan produksi akuakultur secara masif bukan berarti tidak menimbulkan dampak, seiring dengan permintaan makanan laut para pelaku usaha juga akan terus berupaya menggenjot produksi dalam kegiatan akuakulturnya, maka dari itu pentingnya akan penerapan prinsip akuakultur berkelanjutan baik itu skala kecil sampai skala besar sehingga dampak degradasi lingkungan yang ditimbulkan seminimal mungkin.
Melalui tulisan ini penulis ingin menyampaikan konsep akuakultur berlanjutan untuk diterapkan secara bersama – sama sehingga semua pihak dan komunitas masyarakat yang terlibat langsung maupun tidak bisa merasakan dampak positif dalam kegiatan akuakultur yang dilakukan khususnya dalam produksi udang.
1. Food Safety (Keamanan Pangan)
Pihak yang terlibat dalam produksi akuakultur seyogianya memiliki rasa tanggung jawab akan kualitas produk yang dihasilkan bukan hanya mementingkan dari segi kuantitas saja, mengingat produk tersebut akan dikonsumsi oleh manusia yang akan berdampak langsung terhadap kesehatan.
Penggunaan seperti antibiotik, pestisida dan bahan kimia yang dilarang, baik dari negara produksi maupun negara konsumen semestinya tidak digunakan dalam kegiatan akuakultur karena ada berdampak pada kualitas produksi dan penilaian publik.
Kualitas produk yang dulu ditekankan terhadap sektor pengolahan saja dalam penerapan prinsip HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) untuk menjamin keamanan pangan, juga sebaiknya diterapkan pada saat proses produksi akuakultur oleh petambak dengan menggunakan bahan yang
tidak dilarang sehingga kualitas produksi yang dihasilkan terjamin mutunya untuk dikonsumsi dan juga meminimalkan degradasi lahan budidaya dan lingkungan.
Sanitasi dan hygiene masih sering dianggap bukan hal penting dalam kegiatan akuakultur padahal lebih dari itu jika suatu unit akuakultur bisa menerapkan bukannya hanya berdampak pada kebersihan dan kesehatan individu tapi juga sebagai salah satu bentuk biosecurity dalam kegiatan produksi akuakultur untuk meminimalisir penularan penyakit terhadap udang yang dibudidayakan.
2. Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial)
Dampak sosial yang ditimbulkan akibat aktivitas akuakultur yang dilakukan sering kali menimbulkan dua sisi yang berbeda, sehingga perlu dilakukan SIA (social impact assessment) karena jika unit akuakultur tersebut dalam skala menengah sampai besar akan secara langsung berdampak dari segi ekonomi bagi masyarakat sekitar karena umumnya perusahaan tersebut akan membuka lapangan pekerjaan yang dimana pekerjaannya yang tidak bersifat teknis bisa mempekerjakan masyarakat sekitar dan juga berdampak bagi pendapatan daerah.
Tapi dalam unit akuakultur skala menengah sampai besar juga akan berdampak signifikan terhadap lingkungan jika praktiknya tidak menerapkan prinsip akuakultur berkelanjutan. Mengingat kawasan pesisir juga menjadi tempat mata pencaharian bagi sebagian besar masyarakat sekitar unit akuakultur bila mana tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan masalah sosial.
Regulasi pemerintah akan hal ini cukup jelas, tapi penerapan dilapangan masih rendah sehingga regulasi tersebut tidak maksimal. Pengaturan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) mulai dipetakan yang masuk kedalam wilayah budidaya untuk mewujudukan pembangunan yang berkelanjutan. Kawasan budidaya juga bisa diperinci sesuai dengan komoditas akuakultur karena perbedaan jenis komoditas akukultur bisa juga menimbulkan masalah dari segi proses produksi dan hubungan sosial antara pembudidaya.
Issue terkait kesejahteraan para pekerja perikanan masih kerap kali terjadi, begitupun kesejahteraan bagi karyawan yang bekerja di unit akuakultur masih sering terabaikan, walaupun dalam kegiatan akuakultur selain pekerjaan bersifat teknis yang banyak mempekerjakan karyawan yang memiliki pendidikan formal yang rendah karena hanya membutuhkan tenaga tanpa skill tertentu sering kali diberikan upah yang rendah. Selain upah yang layak para karyawan juga berhak mendapatkan akses jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, tempat tinggal dan makanan yang layak karena pekerjaan yang membutuhkan fisik yang kuat dan transparansi kontrak kerja yang jelas. Unit akuakultur juga diharapkan memberikan pelatihan kepada karyawannya sesuai bidang pekerjaan untuk menambah keterampilan dan pengetahuan bagi karyawan.
Peran perempuan dalam kegiatan akuakultur juga kerap kali tidak diperhitungkan padahal mereka sangat berperan baik secara langsung maupun tidak, baik unit akuakultur skala kecil sampai besar juga membutuhkan peran perempuan. Umumnya dalam unit akuakultur skala kecil peran perempuan banyak terlibat pada proses pasca panen (penyortiran), membuat dan membawa makanan untuk suaminya sampai urusan mengatur keuangan usaha akuakultur.
Unit akuakultur skala menengah sampai besar juga banyak melibatkan perempuan yang umumnya bekerja sebagai admin kantor, laboratorium unit akuakultur dan juru masak untuk para karyawan yang bekerja pada unit akuakultur tersebut.
Kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility) juga bisa dilakukan oleh unit akuakultur skala besar sebagai bentuk rasa tanggung jawab sosial terhadap kegiatan akuakultur, bentuk kegiatan CSR diharapkan yang bisa terasa langsung oleh masyarakat sekitar.
3. Environmental Responsibility (Tanggung Jawab Lingkungan)
Dampak lingkungan merupakan issue utama dalam penerapan prinsip akuakultur berkelanjutan. Seiring dengan meningkatnya permintaan akan makanan laut terutama udang secara langsung akan mendorong unit akuakultur meningkatkan produksinya bahkan membuka unit akuakultur baru yang berdampak pada ekosistem lingkungan.
Pentingnya semua pihak dan komunitas masyarakat untuk sadar akan hal ini, peningkatan ekonomi seharusnya tidak akan mengorbankan lingkungan yang harusnya bisa berjalan bersama. Eksploitasi secara ugal – ugalan akan berdampak sangat buruk bagi kehidupan sebagai mana ungkapan awal pengalaman penulis dalam tulisan ini.
Pandangan penulis yang membuat kerap kali lingkungan dikesampingkan demi tuntutan pertumbuhan ekonomi dan pemenuhan akan produksi yaitu karena nilai suatu keberadaan lingkungan nilainya tidak bisa dilihat secara kasat mata berbeda dengan pertumbuhan ekonomi yang akan terlihat berupa nilai, padahal nilai suatu lingkungan tidak akan pernah tergantikan oleh nilai apapun.
Regulasi CBIB (Cara Budidaya Ikan yang Baik) diharapkan bisa menjadi acuan untuk mengurangi degradasi dan eksploitasi lingkungan secara berlebihan tapi penerapan dilapangan yang masih rendah akibat kurangnya kesadaran dari semua pihak dan komunitas masyarakat sendiri.
Tuntutan negara tujuan saat ini bukan hanya terkait tentang kualitas tapi juga bagaimana tanggung jawab unit akuakultur terhadap lingkungan budidayanya. Penilaian B-EIA (Biodiversity Environmental Impact Assessment) dan Effluent management sangat penting
dilakukan oleh unit akuakultur untuk memastikan kegiatan produksi masih sesuai dengan regulasi dan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap lingkungan. Nilai standar air limbah setiap instansi sering kali ada perbedaan maka dari itu jika mengahadapi kondisi tersebut sebaiknya menggunakan standar yang lebih ketat, sehingga pentingnya unit akuakultur memiliki IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah).
Kegiatan monitoring escape masih sering terabaikan padahal biota yang dibudidayakan bukan hewan hewan endemik pada ekosistem kawasan tersebut. Hal ini tidak bisa diabaikan karena jika tidak dilakukan tindakan pencegahan sehingga terlepas ke perairan bebas bisa mengancam ekosistem biodiversity kawasan sekitar unit akuakultur.
4. Animal Health and Welfare (Kesehatan dan Kesejahteraan Hewan)
Unit akuakultur harus memiliki SOP (Standar Operasional prosedur) yang memastikan praktik yang dilakukan dapat membuat udang yang dibudidayakan bisa hidup dengan baik yang berdampak pada hasil produksi. Pencegahan dan perlindungan merupakan faktor utama dalam mencapai hal tersebut.
Pencegahan bisa dilakukan dengan tindakan pengelolaan tempat pemeliharaan yang baik dengan melakukan pemantauan kesehatan udang secara berkala. Pengelolaan kualitas air yang baik seperti pergantian air, pengapuran dan pemupukan. Penggunaan pakan yang berkualitas yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi udang dan aturan pemberian pakan. Padat tebar yang tidak berlebihan dan juga menggunakan bibit SPF (Specific Pathogen Free) sehingga penyebab stres pada udang bisa diminimalisir.
Penerapan tersebut merupakan pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi stres terhadap udang selama proses produksi yang juga akan mengurangi kerentanan terkena penyakit.
Perlindungan dapat dilakukan dengan penerapan biosecurity pada unit akuakultur untuk membatasi masuknya patogen dalam unit akuakultur. Sanitasi dan hygiene dapat diterapkan sebagai bentuk upaya perlindungan dari pekerjaan terhadap biota yang dipelihara. Pest and predator control juga harus dilakukan untuk mencegah penularan patogen. Penerapan BSD (Bird Scaring Devices) dan CPW (Crab Protection Wall) untuk mencegah hewan pembawa penyakit masuk ke area unit akuakultur.
5. Traceability (Ketertelusuran)
Pencatatan (record) pada unit akuakultur skala kecil sampai menengah masih rendah, adapun yang tercatat biasanya hanya sebatas hitungan keuangan bisnis untung rugi. Padahal seharusnya suatu unit akuakultur sebaiknya melakukan semua record dari tahapan produksi mulai persiapan sampai pasca panen.
Lebih dari itu untuk konsep ketelusuran rantai pasok (supply chain) semua pihak (hatchery,farm, feed,processor) bisa mencatat semua kegiatan dengan baik yang bisa diakses jika kemudian hari dibutuhkan informasinya.
Pada unit akuakultur (tambak) record sudah harus dimulai pada tahap asal bibit, ukuran/umur bibit, bak/modul bibit, bibit non-GMO (Genetically Modified Organism), dll.
Unit akuakultur skala menengah sampai besar kebutuhan akan pakan konvensional cukup besar sehingga perlu adanya record yang jelas yang dimulai asal bahan baku pakan sehingga perlu adanya COA (Certificate Of Analysis), No. lot pakan,dll. Umumnya unit akuakultur yang hanya biasanya melakukan perhitungan FCR (Feed Conversion Rasio) dalam konsep berkelanjutan juga harus melakukan perhitungan FFDR (Forage Fish Dependency Rasio) dan FIFO (Fish-in Fish- out) karena pakan yang digunakan juga berasal dari ikan.
Unit akuakultur juga sebaiknya melakukan record semua treatment disetiap kolam, jumlah bibit, jumlah pakan, penggunaan air, paramater kualitas air, bahan kimia yang digunakan, record monitoring sampai tahap pasca penen. Pencatatan tentang pengelolaan air limbah juga sangat perlu dilakukan oleh unit akuakultur, sehingga konsep ketertelusuran bisa berjalan baik bilamana dikemudian hari datanya diperlukan sudah tersedia.