
Perempuan Tangguh : Pahlawan Tak Terlihat Dalam Budidaya Udang di Kawasan Program IISAP Kabupaten Wajo
Oleh: Vivi Alfahira (Fasilitator Sosial Wajo)
Perempuan Tangguh:
Pahlawan Tak Terlihat Dalam Budidaya Udang di kawasan Program IISAP Kabupaten Wajo
"Saya memang tertarik dengan usaha jadi selalu terbuka dengan hal hal yang baru, apa lagi suami saya pemalu jadi kalau bukan saya bergerak siapa lagi?"
Hj. Suriani (Istri Petambak)
Menjadi fasilitator program IISAP tidak hanya membantu masyarakat untuk memperbaiki kehidupannya tetapi juga berpengaruh pada Pembangunan Nasional maupun Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) yang disepakti oleh Negara Negara yang beranggotakan perserikatan bangsa bangsa (PBB).
Berangkat dari refleksi atas kegelisahan. Di kabupaten Wajo terdapat 3 kecamatan yang menjadi sasaran program IISAP ialah Kecamatan Sajoanging, Bola dan Kecamatan Takalalla. Dari kecamatan tersebut luas tambak ini sekitar 7,751 Ha dengan masing masing luas kecamatan bola 696 Ha, Kecamatan Takalalla 3,150 Ha dan Kecamatan Sajoanging 3.995 Ha (Bps,2024). Untuk kesuksesan pemberdayaan tersebut, seorang fasilitator dalam pemberdayaan harus memegang prinsip kesetaraan, partisipatif, swadaya, berkelanjutan, transparansi, dan akuntabilitas (Albrecht, 1988).
Pertama kali kami hadir di tengah masyarakat, kami di sambut hangat oleh pemerintah desa dan instansi terkait. Awal keberadaan kami, kami langsung meminta izin kepada pemerintah desa untuk melakukan observasi dan baseline survey atau pendataan awal di lokasi program. Dari hasil baseline survey, kami melihat ketimpangan yang terjadi. Salah satu ketimpangan yang terjadi ialah akses perempuan pada kelompok pembudidaya (Pokdakan). Terdapat 11 kelompok pembudidaya dengan jumlah 130 Orang petambak. Dari 130 petambak colon penerima bantuaan IISAP, hanya ada 8 orang perempuan yang terdaftar di kelompok, sehingga akses, partisipasi , kontrol dan manfaat Program IISAP hanya 6% keterlibatan perempuan dan lebih banyak di rasakan oleh laki laki.
Setelah mengetahui ketimpangan yang terjadi, Kami bekerja sama dengan instansi terkait mengusulkan penambahan pada kelompok pembudidaya di Kabupaten Wajo, sehingga terdapat 20 Kelompok pembudidaya sebagai colon penerima manfaat program IISAP dengan jumlah 89 orang perempuan dan 265 orang laki laki dengan total keseluruhan 354 Petambak colon penerima manfaat. Hal ini mampu meningkatkan akses perempuan dalam program IISAP ini, yang awalnya hanya 6% menjadi 25,14%.
Secara umum partisipasi perempuan di sektor perikanan khususnya dalam budidaya udang masih sangat minim. Secara kultur, pekerjaan ini dianggap pekerjaan yang membutuhkan tenaga atau fisik, sehingga pekerjaan ini dianggap hanyalah pekerjaan laki laki. Namun ada beberapa perempuan yang melakukan peran dari persiapan lahan hingga dengan mengelolah hasil panen.
Ibu Hj. Suriani adalah salah satu perempuan tangguh yang ikut terlibat dalam segala aspek budidaya udang. Awal Mula pertemuan Kami dengan beliau dimulai dari ajakan pendampingan. Beliau menghubungi kami karena tertarik dengan program pendampingan yang akan dilakukan oleh tim Fasilitator. Dari antusias yang ditunjukan oleh Ibu Hj. Suriani terlihat keingin belajar yang bersar dari beliau. kata beliau " Saya memang tertarik dengan usaha jadi selalu terbuka dengan hal hal yang baru, apa lagi suami saya pemalu jadi kalau bukan saya bergerak siapa lagi?". Sejak Saat itu, Ibu Suriani menjadi dampingan Kami hingga kini.
Keterlibatan Ibu Hj. Suriani dalam usaha Budidaya udang tidak hanya pada mengatur keuangan saja. beliau juga mengatur beberapa aspek lainnya misalnya Pembelian Pupuk, benur dan Pakan Udang. "Saya yang tau semuanya bahkan biasa yang pergi belanja semua kebutuhan yang di butuhkan para penggarapnya seperti beli pupuk, saponin, benih, pakan, dll. Saya juga yang memutuskan kapan harus mereka (Penggarap melakukan penebaran karena saya masih percaya hari baik".
Kegiatan Panen Udang Bersama Perempuan Tangguh di Kabupaten Wajo (Dok: Fasilitator Wajo) |
Kepercayaan bugis juga masih sangat kental, karena itu pengetahuan turun temurun dari keluarganya. Keluarga mereka masih percaya akan Hari baik untuk penebaran bibit, jadi mereka berusaha untuk melakukan penebaran di hari yang beliau pilih, tidak boleh memakan udang bakar apalagi membakarnya di tambak pada saat panen, selain itu beliau juga percaya bahwa tidak boleh memakai pakaian bewarna merah ketika melakukan penebaran karena akan berdampak pada kegagalan panen atau udang mudah terserang penyakit. Selain itu beliau juga berperan menjalin komunikasi di setiap pengepul untuk melakukan tawar menawar untuk harga udang. Pengepul yang membeli udangnya dengan harga tertinggilah yang di pilih untuk jadi pembeli hasil panen udangnya. 10% Dari hasil panen dia gunakan untuk kebutuhan makanan, tak jarang beliau juga mengelolahnya menjadi makanan siap saji, seperti udang di jadikan krupuk, nuget dan kulit dari udang sendiri di gunakan untuk kaldu makanannya skala rumahan. |
Kami juga sempat melakukan video testimoni ke beliau, karena menganggap beliau adalah salah satu perempuan inspiratif yang saat ini kami dampingi. Dalam video yang kami dokumentasikan beliau berkata "Saya berterima kasih dengan kehadiran pendamping (fasilitator IISAP) karena kehadiran pendamping (Fasilitator) sangat membantu dalam pengetahuan terkait budidaya udang. Kami yang dulunya membutuhkan sekitar 10-15 Juta/ Ha sebagai modal melakukan budidaya udang, sekarang hanya modal 5 Juta/Ha. Semenjak di dampingi juga saya tidak lagi pernah menggunakan pupuk urea dan racun yang berbahan kimia sehingga ini yang mengurangi pengeluaran, selain itu pakannya juga sekarang sudah kurang kami gunakan padahal dulu ber ton-ton sekarang menghabiskan hanya 1 ,5 Karung yang artinya hanya sekitar 50-75 Kg. Saya juga merasakan keuntungannya lumayan lebih banyak di banding sebelum di dampingi".
Berkat bantuan stakeholder dan kesempatan yang kami dapatkan di Hj. Suriani atas kegigihan beliau yang mau belajar sehingga keberhasilan piloting kami berdampak di beberapa petambak yang ingin di dampingi juga, kami sangat di sambut hangat oleh petambak lainnya. Penyebaran informasi yang pesat akan keberhasilan pendampingan kami, dan di bantu beberapa stakeholder dalam melakukan prospek dan sosialisasi terkait Program IISAP. Hal ini dengan mudah kami melakukan perubahan pemikiran dan prilaku petambak dalam melakukan budidaya udang yang berkelanjutan sesuai visi misi dari adanya program IISAP.