Program IISAP : PILOTING BUDIDAYA UDANG VANNAMEI SISTEM TRADISIONAL PLUS DI KABUPATEN WAJO

Budidaya udang di Kabupaten Wajo sudah berlangsung sejak puluhan tahun atau diwariskan secara turun temurun. awalnya budidaya udang yang dilakukan yaitu budidaya udang windu (Litopenaeus monodon) atau bahasa daerahnya “Lopa Bolong”. Sekitar tahun 2010an, Petambak beralih ke budidaya udang Vannamei (Litopenaeus vannamei). Proses beralihnya komoditas budidaya ini dikarenakan budidaya udang windu sudah tidak potensial karena makin sering terserang penyakit dan petambak mengalami kerugian. Pada awal budidaya udang vannamei petambak langsung merasakan perbedaan dari pertumbuhan yang cepat dan masa panen yang lumayan singkat yaitu dapat dipanen di usia budidaya 60 hari sehingga petambak mendapat keuntungan yang lebih cepat.
Budidaya udang vannamei yang awalnya dilakukan yaitu secara tradisional dengan peggunaan pupuk urea dan pupuk kandang tanpa ada input pakan. Seiring dengan perkembangan zaman, sistem budidaya tradisional meningkat menjadi sistem tradisional plus dengan beberapa petambak sudah ada yang menerapkan penggunaan pakan dan suplemen udang seperti produk minyak ikan. Menurut petambak dengan menerapan sistem tradisional plus pertumbuhan udang lebih cepat dan panen lebih meningkat.


Permasalahan Budidaya Udang Vannamei


Namun ternyata, Penerapan sistem pemeliharaan udang yang dilakukan petambak tidak berjalan dengan baik karena keterbatasan pengetahuan petambak terhadap dosis pakan dan suplemen yang diberikan. Para petambak sering memberikan pakan dan suplemen secara berlebihan ke kolam budidaya. Sehingga lambat laun endapan sisa pakan yang berlebih dasar di tambak menjadi sumber pencemaran air atau terjadi peningkatan bahan organik atau amoniak. Amoniak (NH3) adalah senyawa kimia yang merupakan hasil dari dekomposisi bahan organik dan metabolisme ikan, udang, dan organisme lain yang ada di dalam tambak. Keberadaan amonia dalam tambak, baik dalam bentuk amonia bebas (NH3) maupun amonium (NH4+), memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan ikan dan udang serta keberhasilan budidaya. Sumber amoniak yaitu sisa pakan, fases dan organisme air yang mati dikolam dan terdekomposisi. Dampak dari meningkatnya kandungan bahan organik atau amoniak didasar tambak yaitu udang mengalami kerucanan, sistem imun lemah dan gampang terserang penyakit serta dalam tingkatan yang tinggi dapat menyebabkan mortalitas massal secara mendadak. Sumber masalah lain yaitu tidak adanya pengolahan lahan atau persiapan lahan tambak yang baik. Karena petambak setelah panen hanya melakukan pengeringan beberapa hari dan langsung memasukan lagi air ke tambak untuk segera ditebar bibit udang.
Seiring waktu para petambak mengalami gagal panen dan penyakit udang mulai bermunculan dan beberapa petambak mulai menggunakan bahan kimia beracun atau pestisida untuk membasmi hama yang diduga sebagai sumber penyakit dan menganggap dengan menggunakan racun ini penyakit pada udang akan hilang. Akibat dari perlakuan ini, muncul masalah baru yaitu terjadinya pencemaran lingkungan akibat penggunaan bahan kimia beracun.
Akibat dari banyaknya masalah yang mulai bermunculan dan penanganan yang kurang tepat, para petambak mengalami penurunan produksi dan kerugian secara ekonomi. Sehingga beberapa petambak tidak lagi membudidayakan udang vannamei dan beralih Kembali memb.udidayakan ikan bandeng.

Piloting Budidaya Udang Vannamei Sistem Tradisional Plus


Kegiatan Piloting Pendampingan Petambak Tradisional di Kabupaten Wajo dilakukan sejak Tahun 2024. Tercatat Petambak Penerima Manfaat dalam Program IISAP ini berjumlah 354 Orang dari 21 Kelompok Pokdakan yang tersebar di 3 kecamatan yaitu Kecamatan Bola, Kecamatan Takkalalla, dan Kecamatan Sajoangin.
Kegiatan Piloting Pendampingan Budidaya udang dilakukan dengan tujuan untuk memberikan Informasi tentang cara budidaya Udang Yang baik dan Benar (CBIB) kepada Petambak. Program Piloting ini dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh petambak yaitu gagal panen dan biaya budidaya yang mahal.
Pendampingan Petambak dimulai dari proses persiapan lahan, pengeringan, pengapuran lahan, persiapan air tambak, pemilihan benur, pebaran benur, manajemen air, manajemen pakan dan manajemen probiotik udang. Selain itu, Tim Fasilitator juga melakukan perbaikan sarana dan prasarana budidaya udang Bersama petambak. Kegiatan Perbaikan Sarana dan Prasarana dimulai dari hal yang sederhana seperti membuat waterlevel atau meteran air dan anco untuk cek kesehatan udang.
Dalam program piloting ini, proses budidaya tidak menggunakan pupuk komersil atau pestisida. Tim Fasilitator menyarankan untuk menggunakan fermentasi dedak dan probiotik. Untuk pemberian pakan, tim Fasilitator sudah memberikan dosis pakan perhari berdasarkan kebutuhan dan perkembangan pertumbuhan udang. Untuk itu, Tim Fasilitator Teknis akan melakukan kegiatan sampling bobot dan Kesehatan udang Pada umur 30 hari. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui dosis pakan yang sesuai.
Saat ini Petambak yang terlibat dalam program Piloting berjumlah 35 orang dengan rincian 28 Petambak Penerima Manfaat IISAP dan 7 Orang Petambak Ekspansi. Petambak ekspansi merupakan petambak yang tidak termasuk kedalam program IISAP namun berada di sekitar Lokasi Program. Tim Fasilitator menyadari bahwa jumlah petambak yang tergabung dalam program piloting masih sangat jauh dari target. Untuk itu, Tim Fasilitator khususnya tim Teknis akan selalu melakukan kegiatan sosialisasi ke Petambak guna meningkatkan minat untuk terlibat dalam Program Piloting.
Selama Program Piloting ini dilakukan telah memberikan banyak hal Positif bagi Petambak. Perubahan positif tersebut dapat dilihat dari hasil panen yang meningkat dengan biaya yang lebih murah. Salah satu petambak yang terlibat dalam Program Piloting menjelaskan bahwa biaya yang digunakan untuk budidaya saat ini lebih murah jika dibandingkan sebelumnya. Sebelum mengikuti program Piloting, Biaya Budidaya yang diperlukan mencapai 9 juta – 10 Juta rupiah. Namun setelah mengikuti program Piloting, biaya yang diperlukan hanya berkisar 3 – 5 Juta rupiah. Begitu pula dengan hasil panen yang meningkat setelah mengikuti Program Piloting. Sehingga petambak menda

 

Lampiran File:
Tim Fasilitator Teknis Kab_Wajo.pdf